Selasa, 31 Mei 2011

Mengapa harus Progressive Revolusioner?




“Progressive Revolusioner”, kata-kata ini muncul pada buku dasawarsa cetakan lama, yang kurang lebih artinya adalah gerakan secara cepat untuk merubah kondisi supaya lebih maju atau positif. Hubungan linier antara pelaku penghayat sujud dengan perilaku sebelum dan sesudah melakukan sujud, sering diwujudkan dalam sebuah kata: “progressive revolusioner”. Jika kita bertitik tolak dari sebuah kehidupan ini sebagaimana dedication of life (pengabdian hidup), maka Sujud adalah langkah progressive revolusioner dalam tingkah laku hidupnya menjadikannya lebih maju, lebih baik dan lebih bermanfaat bagi semuanya.
Sesuai “Simbol Pribadi Manusia”, maka kewajiban atau pengabdian hidup kita, hanyalah tertuju pada Allah; kepada kedua orangtua atau sesame atau sebangsa; dan se-tanah-air. Oleh karenanya kita wajib membuat komitmen (janji) atau krenteg batin kita terhadap pengertian belah ketupat sebagaimana bentuk aplikasi kehidupan yang tidak terlepas dari asal mula manusia dan kodratnya.


Kiat-kiat dalam melaksanakan pengabdian hidup sebagai berikut:

Hidupkan Penghayatan Sujudmu kepada Allah

Hidupkan penghayatan sujudmu kepada Allah sampai dengan tingkatan racut. Tanyakan pada diri kita: untuk apa sujud? Mengapa kita mau melakukannya? Sampai pada suatu kesadaran bahwa kita yang sesungguhnya membutuhkan atau kewajiban manembah kepada Allah Hyang Maha Kuasa. Selanjutnya lakukanlah dengan kondisi ‘’Sifat Rohanimu‘’ yang mengemudi, yang menghikmati seluruh gerak rasa dalam sujudmu karena sujud itu merupakan perwujudan laku yang dipimpin oleh batinnya rohani.
Hal-hal yang perlu untuk diperhatikan adalah proses sujud itu sebenarnya mengandung maksud, arti dan tujuan. Ini merupakan kunci yang tidak bisa kita abaikan, karena proses itu tergantung kondisi pelaku sujud itu sendiri. Dan hidupnya suatu penghayatan tergantung kesadaran pelaku dalam mempersiapkan waktu dan kemauannya, yaitu:
 

Pertama, triwikrama kesatu
Terpadunya tiga getaran yaitu getaran kasar (sari-sari bumi); getaran Hyang Maha Suci dan getaran Hyang Maha Kuasa adalah wujud tercapainya ketenangan. Dengan kata lain tercapainya sifat rohani inilah yang mengemudi laku dan sifat jasmaninya. Tandanya menutup mata (dengan sendirinya) serta keluarnya air liur sebagaimana atom-atom berjiwa yang sangat bermanfaat untuk prosesi sujud itu sendiri, karena atom yang dimaksud dalam hal ini memiliki atau menerima atau memperoleh daya rohani dari ASMA TIGA, sehingga getaran Sinar Hyang Maha Kuasa berkenan membangkitkan geraknya air suci.
 

Kedua, triwikrama kedua. 
Terpadunya tiga getaran, yaitu: getaran halus (air purwitosari), getaran Hyang Maha Suci dan getaran Hyang Maha Kuasa adalah tercapainya kepasrahan yakni sebagai bentuk keihklasan laku secara fisik dan batin untuk manembah bakti kepada Allah Hyang Maha Kuasa. Proses ini hasilnya adalah Nur-nya Hyang Maha Suci kontak dengan Sinar Hyang Maha Kuasa.
Dalam keadaan demikian maka antara pelaku sujud, Hyang Maha Suci dengan Hyang Maha Kuasa dalam keadaan sambung cahya. Dalam kondisi demikian Hyang Maha Kuasa senantiasa memberikan bimbingan serta kekuatan lahir dan batin. Bilamana Hyang Maha Suci kita benar-benar yang sujud kepada Hyang Maha Kuasa, maka Hyang Maha Suci menerima restu Allah dalam rencana-Nya seperti di dalam penghayatan Bapa sewaktu kembali dalam racutnya diiringi sebuah bintang sebagai tanda restu Allah. Kondisi inilah yang mestinya kita harapkan. PRIBADI yang ASLI, yaitu: pribadi dengan sosok semar seperti di dalam Simbol Pribadi Manusia bisa tercapai. Namun keadaan ini tidak langgeng perlu kesadaran pelaku sujud supaya senantiasa ingat akan kewajiban keutamaan yaitu pengabdian hidupnya sebagai satria utama.
Pengertian fungsi dan peran sosok semar ini perlu dipahami, lebih dari itu wajib bagi warga Sapta Darma untuk mendudukkannya (Dewa ngawula marang kawula kang angawulo dewa), yang berarti fungsi sosok semar ini sebagai pamong dalam pribadi, perlu dijaga keberadaannya. Kesetiaan dan kesediaan kita melaksanakan kewajiban utama ini seperti halnya yang dilakukan satria utama. Apabila kita lalai maka sosok semar akan loncat dari fungsinya sehingga Hyang Maha Suci kita hanya berfungsi sebagai saksi saja atau pasif didalam hidup. Kalau sudah diloncati fungsi sosok semar, apakah kita masih punya kuncung putih? Hal yang sangat penting dan istimewa sifatnya bila kita mencapai tugas racut dalam tugas suci sujud penggalian. Peristiwa tersebut merupakan kanugrahan restu Allah yang manfaatnya bisa kita purbawasesakan kepada sanak saudara kita baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Ingat pengalaman Hardjo Sapoero sewaktu racut pertama kali, anugerah yang diterima yaitu: diayun-ayun, ditunjukkan ke sebuah taman yang indah dan harum baunya, ditunjukkan sumur gumuling, sumur jalatunda, diterimanya pula anugerah berupa dua pusaka nagasastra dan bendho segadha, sebuah kitab besar hingga bintang yang mengikuti perjalanan kembali ke badan wadag.

Menghidupkan Darma Agung

Menghidupkan Darma Agung dalam peranannya bermasyarakat serta pengabdian kepada Allah. Semangat dalam berdarma tidak lepas dari keyakinan kita kepada suatu kebenaran seperti:
Wahyu Sri Gutama. Suatu pengertian keyakinan dalam hal kebenaran bahwa Panuntun Agung kita adalah pelopornya bebuden luhur yang berarti dituntut bagi warga Sapta Darma untuk patuh dan tunduk pada kebenaran kalau kita mengaku sebagai pengikutnya.
Wahyu Sri Pawenang. Suatu pengertian semangat dalam diri kita agar berani mengambil sikap/kebijaksanaan-hidup dalam hal waktu dan kemauan. Mengambil langkah kebijaksanaan atau tekad dalam hidup untuk bersapta darma harus ada dalam jiwa kita.
Tanpa keyakinan itu, sulitlah bagi kita mempertaruhkan keihklasan, kejujuran, kaya darma, kemauan dan kemampuan kita dalam berdarma agung. Keyakinan dan semangat inilah yang memberikan motivasi terdahap “Berfungsinya Sosok Semar” kepada rohani seseorang. Dalam memimpin hidupnya Satria Utama, Hyang Maha Suci bisa berperan membantu dalam kesulitan hidupnya, memberikan solusi dalam kesulitan, memberikan hiburan dalam kesedihannya, memberikan nasehat dalam kebingungan dan sebagainya. Dengan keyakinan dan semangat berdarma yang disertai kesungguhan dalam pengetrapannya serta jujur dalam pengajaran-Nya bersapta darma, selanjutnya karya-karya kita sebagai warga Sapta Darma akan memberikan banyak manfaat bagi rencana Allah, bagi bangsa, negara, tanah air dan kedua orangtua serta kepada sesama.

Hidupkan Sastrajendra

Hidupkan Sastrajendra hingga wasis (tepat dan benar) dalam sasmita Allah. Tuntas dalam segala pakaryan. Hindari tradisi rubuh-rubuh gedhang. Pentingnya kita mengolah pakarti. Maneges kepada Hyang Maha Kuasa dapat meningkatkan wawasan pengertian dalam Sasmita Allah. Hari besar Sapta Darma haruslah mempunyai makna, dan makna itu mengilhami seluruh penghayatan dalam ritualnya, selanjutnya ada yang penting untuk diingat, dipegang dan dimiliki sekaligus dilaksanakan sebagai bentuk keyakinan.
Suatu misal peringatan malam Jumat Wage adalah hari turunnya wahyu sujud, maka yang penting untuk diingat adalah bahwa Hyang Maha Kuasa menurunkan Wahyu Sujud agar manusia senantiasa sesuai dengan kehendak-Nya. Sujud sebagai sarana untuk menjembatani kehendak Allah kepada kita sekalian. Kehendak itu tersirat pada isi sari tujuh wahyu ajaran yang satu sama lain gegandengan, isisari-isisari sarenteng dadi sawiji diharapkan bukan hanya sebagai hiasan semata, akan tetapi merasuk ke dalam jiwa yang sudah gemilang melalui sujud asal mula manusia.
Sekarang bagaimana kita di malam peringatan Jumat Wage, mengambil hikmah peringatan itu dengan mawas diri kita masing-masing: Sudahkah kita memahami kehendak Allah atas turunnya tujuh wahyu ajaran Sapta Darma dan kita sudah mau melakukannya? Adakah titik temunya, antara pelaku sujud dan kehendak diturunkannya wahyu tersebut?
Hikmah lainnya adalah kejelasan misi dan visi masing-masing hidup atas terpanggilnya lahir di dunia ini serta untuk mensucikan diri dengan tegas mau tunduk pada kewajiban keutamaan. Suatu contoh ikut berperan dalam meringankan penderitaan orang lain dengan pangusadan, peduli terhadap orang mati, pengemis, lingkungan, ikut berperan dalam kegiatan kerohanian, ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial, bakti sosial, peduli terhadap orangtua atau lansia, peduli kepada negara (taat pajak, KTP, PBB, dan sebagainya).
Kewajiban-kewajiban ini bukanlah beban, melainkan suatu kesadaran yang dipahami peruntukannya, dan yang penting adalah: lakukan dengan progressive revolusioner. Semoga menemukan kebahagiaan dunia dan akhirat. Yang wujudnya adalah keharmonisan antara kepentingan sifat rohani dengan kepentingan sifat jasmani. Suatu laku tirakat dalam nglakoni peringatan adalah bentuk kesungguhan dan kejujuran sikap dalam pengajaran hidupnya. Marilah kita tingkatkan belajar bersama-sama: kita hidupkan acara sanggaran kita bangkitkan untuk mengisi sanggar-sanggar candi busana, kita pertaruhkan kesungguhan dalam memahami ajaran, sebagai bentuk pengabdian kita kepada Allah maupun kepada sesama warga.

  • Mawas diri adalah semangat kita dalam bersapta darma, tanpa mawas diri maka bersapta darma adalah suatu kebohongan!
  • Tekane saka tekad, tiada perjuangan tanpa pengorbanan!
  • Kewajiban-kewajiban tanpa kepedulian dalam melaksanakannya adalah sama dengan diam di tempat!
  • Membangun candi sapta rengga (keimanan) sekaligus candi busana (ahklak) adalah membentuk kepribadian satria kang sejati !

Semoga anugerah Hyang Maha Kuasa senantiasa menyertai kita sekalian.

0 komentar:

Posting Komentar