Selasa, 23 Agustus 2011

MASA PERTAPAAN


Dalam Draf Buku Sejarah Kerokhanian Sapta Darma; Th 1952-1956 merupakan sebagai Masa Pertapaan; Dimana Bpk Hardjosepuro, Bpk Djojodjaimoen, Bpk Kemi Handini, Bpk Darmo dan Bpk Reksokasirin selalu berkumpul bersama berpindah diantara rumah mereka (1952-1953). Dan setelah menerima ajaran Racut; maka berkumpulnya mereka menjadi tetap di rumah Bpk Hardjosepuro. Dimasa itu adanya suatu peristiwa atau kejadian yang belum banyak diketahui oleh para Warga umumnya.

Apakah itu??? Ketika masa itu, SETELAH Bpk Hardjosepuro menerima ajaran Racut; secara spiritual “nglanglang” buana/jagat. Mendatangi orang2 yang dipilihnya (atas petunjuk HMK) untuk dituntuni sujud. Setelah menuntuni pergi begitu saja. Dan membuat orang yang dituntuni tadi, menjadi agak bingung tidak mengerti, tadi siapa dan ini ajaran apa. Namun begitu orang tsb terus melakukan sujud.

Orang-orang yang beruntung ini, dalam perjalanan hidupnya, setelah sekian tahun berlalu ada yang ketemu dgn para warga dan ke Yogya menemui Ibu Sri Pawenang. Dan ada pula yang tidak bertemu, sehingga tidak mengerti bhw itu ajaran Sujud Kerokhanian Sapta Darma. Mereka menjalani saja sendiri dan ada pula ditularkan/diajarkan pada anak-cucunya dan orang2 terdekat. Maka tidaklah aneh jika menemui ada orang yang sujud tetapi mereka tidak tahu jika itu ajaran Sujud Sapta Darma.

Ada contoh; di th 1970an rekan penulis mendatangi “orang pintar” dipelosok desa, untuk minta tolong. Oleh orang itu si rekan diberi kertas untuk “diamalkan” dirumah. Setelah dibuka kertas itu berisi tulisan Asma Allah (Asma 3). Ketika orang itu ditanya apakah ia warga? Orang tsb tidak mengerti.

Ada lagi contoh di Ds CandraGeni Slawi-Jawa Tengah; seorang bernama mbah Durahman (umurnya sudah berbilang sertusan tahun, dan baru sekitar 2 th yl meninggal). Menurut pengakuannya, beliau tidak tahu siapa yang menuntuni sujud. Yang beliau ingat, disuatu malam tiba2 saja ada orang datang terus obrol2 dan menuntuni sujud. Setelah itu orang tersebut pergi dengan tidak meninggalkan nama dan alamat. Setelah sekian waktu barulah bertemu warga dan baru ngerti jika itu ajaran sujud Sapta Darma. Th 2006 Ketika penulis datang kerumahnya mbah Dur (Durahman) ia baru saja merasa “nelangsa”. 

Beliau bercerita : Menurut pengakuannya; sejak awal th 1950an, ia telah banyak menolong orang tanpa pamrih. Banyak pula orang yang telah dituntuni sujud, menurut pengakuannya (secara peribahasa) sudah ribuan orang yang ia sujudkan, tetapi hanya beberapa gelintir saja yang kelihatan masih sujud. Lainnya hilang sirna. Suatu malam beliau mengeluhkan hal tersebut. Namun tiba2 datang Sinar Sri Gutomo; “Tidak usah kamu merasa kecewa dan darma yang sudah kamu berikan dalam hidupmu sudah tercatat”. 

Demikian ucapnya seolah menjawab kegalauan hatinya, dan secara ajaib dadanya yang sebelumnya sesak serasa plong. Merasa enteng, maka segera saja beliau menuju sanggarnya dan sujud. Wejangan yang ia terima : “orang2 yang memang perlu ditolong, berilah pertolongan. Tapi tidak semua orang bisa menjalani sujud”. Atas wejangan itu mbah Dur hanya termangu-mangu.

0 komentar:

Posting Komentar